Riceknews.Id – Mahkamah Konstitusi (MK) RI memutuskan pemilu nasional dan pemilu lokal atau (daerah) dipisah. Jarak antara pemilu nasional dan lokal dilaksanakan paling cepat 2 tahun atau paling lambat 2 tahun 6 bulan.
Putusan ini mulai berlaku pada tahun 2029, sesuai Putusan MK Nomor 65/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025), yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Pemilu nasional adalah pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Adapun pemilu lokal, pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota, serta pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur, serta calon bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
“Menyatakan Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, ‘Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, Kamis (26/6/2025).
Sebagai informasi, permohonan perkara ini diajukan Perludem dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024 yang mengujikan Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu, dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 (UU Pilkada).
Dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Jumat (4/10/2024), Perludem melalui tim kuasa hukumnya menyebutkan pemilu serentak lima kotak telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, dan menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu.
Sebab dalam pandangan pemohon, pengaturan keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden tidak lagi bisa hanya dipandang sebagai pengaturan jadwal pemilu saja, apalagi disederhanakan soal teknis, dan implementasi undang-undang saja.
Selain itu, pengaturan jadwal penyelenggaraan pemilu akan berdampak sangat serius terhadap pemenuhan seluruh asas penyelenggaraan pemilu yang termuat dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 serta berdampak pada kemandirian dan profesionalitas penyelenggaraan pemilu dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945.
Pewarta: Hendra