Riceknews.Id –Di tengah meningkatnya perhatian terhadap isu stunting dan ketahanan pangan nasional, berbagai pihak mulai menunjukkan kontribusi nyata dalam menciptakan solusi berbasis potensi lokal.
Salah satu figur yang menonjol dalam gerakan ini adalah Siti Nurul Hidayah, pelaku UMKM asal Kelurahan Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, yang menginisiasi brand Ketuyung.
Lewat sentuhan tangan kreatifnya, Nurul menghadirkan produk-produk inovatif berbahan dasar ikan gabus (Channa striata), komoditas lokal yang kaya gizi dan dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Dari dapur rumah tangganya, ia menciptakan dua produk unggulan, yakni tepung serbaguna dari tulang ikan gabus dan serbuk kaldu ikan gabus alami, yang kini menjadi sorotan karena tidak hanya bernilai ekonomis, tapi juga berdampak besar dalam upaya pencegahan stunting dan penguatan ketahanan pangan keluarga.
Mengolah Ikan Gabus Menjadi Sumber Nutrisi Tinggi
Ikan gabus bukanlah ikan sembarangan. Dikenal memiliki kandungan albumin dan protein yang tinggi, ikan air tawar ini sangat baik untuk pemulihan luka serta menunjang pertumbuhan dan regenerasi sel. Kandungan gizinya menjadikannya salah satu sumber pangan strategis dalam mendukung perkembangan anak-anak, terutama pada masa emas pertumbuhan.
Namun, di balik potensinya, pemanfaatan ikan gabus kerap terbatas hanya pada bagian daging. Bagian lain seperti tulang seringkali terbuang sia-sia, menjadi limbah rumah tangga atau industri kecil.
Melihat hal ini sebagai peluang, Nurul berinovasi mengolah limbah tulang ikan gabus menjadi tepung serbaguna yang tinggi nutrisi, yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan seperti nugget, bakso, kerupuk, hingga camilan anak-anak.
“Kami ingin membuktikan bahwa dari rumah pun kita bisa berkontribusi mengatasi stunting. Limbah ikan yang sebelumnya dibuang, sekarang bisa menjadi sumber gizi tambahan untuk keluarga,” ungkap Siti Nurul Hidayah.
Serbuk Kaldu Ikan Gabus: Alternatif Sehat Pengganti MSG
Tak berhenti pada tepung ikan, Brand Ketuyung juga menciptakan serbuk kaldu ikan gabus, yang dikembangkan sebagai pengganti penyedap rasa berbahan kimia (MSG).
Produk ini merupakan alternatif sehat yang dibuat dari ikan gabus pilihan, dikeringkan dan digiling tanpa tambahan pengawet maupun bahan kimia lainnya. Dengan rasa gurih alami, serbuk ini aman dikonsumsi oleh semua usia, termasuk anak-anak dan lansia.
“Serbuk kaldu ini kami buat agar para ibu rumah tangga bisa tetap menyajikan masakan yang enak tanpa harus bergantung pada bahan penyedap kimia. Selain lebih sehat, kandungan proteinnya juga membantu mendukung kebutuhan gizi keluarga,” ujar Nurul.
Produk ini mendapat respons positif dari masyarakat sekitar. Banyak konsumen mengapresiasi rasa alaminya yang tidak hanya meningkatkan cita rasa masakan, tetapi juga memberikan tambahan nilai gizi.
Mendorong Diversifikasi Pangan Lokal dan Ketahanan Keluarga
Brand Ketuyung bukan hanya tentang produk makanan, tetapi juga tentang gerakan diversifikasi pangan lokal. Inovasi berbasis bahan baku lokal seperti ikan gabus turut mendukung pengurangan ketergantungan terhadap produk pangan impor dan instan, serta memperkuat ketahanan ekonomi rumah tangga.
“Melalui produk ini, kami ingin mendukung keluarga agar lebih mandiri dalam hal pangan. Tidak harus selalu beli yang instan. Dari dapur sendiri pun kita bisa mulai membuat perubahan,” terang Nurul dengan semangat.
Upaya ini selaras dengan program pemerintah dalam mendukung ketahanan pangan berbasis komunitas dan mengendalikan inflasi harga bahan pangan pokok.
UMKM Naik Kelas Lewat Inovasi dan Digitalisasi
Usaha yang dimulai dari skala rumah tangga kini mulai menunjukkan pertumbuhan signifikan. Selain menjual produknya secara langsung di lingkungan sekitar, Produksi Ketuyung juga merambah pasar digital dengan memanfaatkan media sosial dan platform e-commerce untuk memasarkan produknya secara lebih luas.
Nurul juga aktif membangun jaringan dengan toko-toko produk lokal, pelaku katering, hingga lembaga pendamping UMKM. Ia mulai mengakses pelatihan, pendampingan pengemasan, sertifikasi halal, dan izin edar, semua langkah penting untuk membawa Ketuyung menjadi UMKM yang lebih profesional dan kompetitif.
“Kami tidak ingin berhenti sampai di sini. Target kami ke depan adalah menjangkau pasar lebih luas, termasuk yang baru-baru ini sudah tersedia di mini market waralaba,” imbuhnya.
Kontribusi Nyata terhadap Isu Stunting
Masalah stunting atau gangguan pertumbuhan kronis masih menjadi tantangan besar di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki keterbatasan akses pangan bergizi. Dalam hal ini, kontribusi UMKM seperti Ketuyung sangat penting karena menghadirkan solusi
yang langsung menyasar akar permasalahan, keterjangkauan, dan keberagaman sumber gizi lokal.
Melalui produk tepung dan serbuk kaldu berbasis ikan gabus, Ketuyung menjadi salah satu contoh inisiatif lokal yang mampu menyentuh tiga isu besar sekaligus yakni pengurangan limbah pangan, peningkatan gizi keluarga, dan kemandirian ekonomi berbasis rumah tangga.
Inspirasi Bagi Pelaku UMKM Lain
Kesuksesan Brand Ketuyung dalam mengangkat bahan lokal menjadi produk bernilai tinggi memberikan inspirasi bagi banyak pelaku UMKM lainnya, khususnya di bidang pengolahan hasil perikanan dan pangan fungsional. Nurul membuktikan bahwa dengan inovasi, keberanian, dan ketekunan, UMKM bisa menjadi agen perubahan di tengah tantangan zaman.
“Semoga apa yang kami lakukan ini bisa menjadi contoh sederhana bahwa dari dapur rumah tangga, kita bisa menciptakan perubahan. Kami ingin terus menginspirasi pelaku UMKM lainnya agar berani berinovasi, terutama memanfaatkan potensi yang ada di sekitar kita,” tutup Nurul.
Penutup: Dari Dapur ke Gerakan Sosial
Brand Ketuyung menunjukkan bahwa pengolahan perikanan bukan semata aktivitas ekonomi, melainkan gerakan sosial yang mampu menyentuh kehidupan banyak orang. Diantara dua produk unggulan yang dihasilkannya, Siti Nurul Hidayah membuktikan bahwa inovasi dari dapur rumah tangga bisa menjadi solusi lokal atas tantangan global.
Ketika pelaku UMKM seperti Nurul diberi dukungan, ruang, dan akses yang memadai, bukan tidak mungkin akan lahir lebih banyak lagi produk-produk lokal yang tak hanya menjawab masalah ekonomi, tetapi juga membawa harapan bagi masa depan generasi yang lebih sehat dan mandiri.
Pewarta: Hendra Lianor