Riceknews.Id – Gemuruh hujan mengiringi setiap derap langkah kelompok pemuda yang mulai tidak tegap dan berat di jalan setapak licin dan menurun.
Sabtu, siang menjelang sore di minggu kedua bulan Februari, perbukitan Meratus searah jalur air terjun yang dibanggakan pemerintah Balangan ramai dilintasi oleh sekelompok anak muda yang tergabung dalam tim Gerakan Buku Meratus (GBM).
Tantangan terbesar adalah perjalanan yang tak ubahnya sebuah pendakian menuju puncak gunung dengan kondisi medan ekstrem yang menepi jurang dan harus ditempuh dengan lebih kurang 5,5 jam berjalan kaki.
Perjalanan mereka adalah sebuah misi ekspedisi menjangkau Sekolah Dasar Kecil (SDK) Desa Sing-Singan yang merupakan bagian dari Desa Mamigang, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan.
Berbagai kendala pun dihadapi, seperti hujan yang mengakibatkan jalur pendakian menjadi licin, belum lagi rute yang melintasi tepi jurang dengan jalan setapak sehingga sangat dibutuhkan ketelitian dalam melangkah, ditambah beban barang logistik dan donasi yang harus diangkut ke lokasi.
Tak heran, dari lokasi terakhir drop barang yang berlokasi di Desa Sawang, kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki sejak pukul 13.45 baru bisa menjangkau lokasi dengan seluruh tim yang dibagi beberapa regu pada pukul 19.20-an.
Usai mencapai lokasi, seluruh tim kemudian berbenah untuk kemudian menyusun teknis kegiatan di esok harinya. Sedangkan anggota tim yang bersama tenaga pengajar mengurus keperluan dapur untuk memasak dan makan bersama.
Misi menyerahkan sejumlah barang donasi, yakni 12 lembar seragam, 12 set seperangkat keperluan kegiatan pramuka, 12 paket alat tulis, buku bacaan, alat olahraga, dan 12 pasang sepatu, mereka lakukan demi dapat diserahkan langsung ke siswa SDK Sing-Singan.
Di subuh Minggu di hari kedua pun, sudah disambut dengan guyuran hujan yang membuat waswas akan perjalanan turun pulang, mengingat rute perjalanan yang ditempuh kemarin begitu menghambat pergerakan.
Pagi saat tim mempersiapkan keperluan dapur, Mitro, bocah berperawakan sedang yang duduk di bangku kelas 2 SDK Sing-Singan yang kelak bercita-cita menjadi tenaga pengajar mencontoh salah satu gurunya itu, ia bersama satu temannya sudah datang menghampiri tim yang menginap di bangunan sekolah.
Berdasarkan pengakuan Mitro, anak ini harus menempuh perjalanan 3 jam untuk bisa sampai ke sekolahnya, melewati lebatnya hutan dan kondisi jalan setapak dengan medan yang beragam.
Sedangkan kondisi sekolah yang juga menjadi penginapan tim, terdiri dari 2 bangunan, satu di antaranya digunakan untuk kelas belajar yang disekat menjadi dua ruang dan satunya lagi sebagai tempat beristirahat dan memasak para guru. Adapun untuk bangunan sekolah, berbahan kayu beratap genting.
Tak heran jika desa ini adalah dusun yang paling terpencil di antara sekian banyak lokasi lain di Kabupaten Balangan, berjarak hanya beberapa kilometer dengan perbatasan kabupaten tetangga. Di sini, akses listrik nihil, bahkan solar sel pun sama sekali tidak ada, apalagi akses internet.
Namun, lelah yang belum pulih akibat perjalanan ditambah dingin yang menusuk akibat diguyur hujan terbayar, tatkala melihat senyum dan tawa bahagia 10 di antara 12 siswa sekolah dasar itu yang datang ke sekolah pagi itu.
Kegiatan dimulai dengan perkenalan siswa di kelas dan berbagai kisah mereka ketika ingin menempuh pendidikan. Dari situ didapat berbagai informasi bahwa setidaknya ada 3 siswa yang berasal dari daerah pedalaman Kabupaten Kotabaru yang kebetulan berdekatan dengan lokasi itu.
Hinam, tenaga pengajar SDK Sing-Singan menceritakan perjuangan mereka setiap jadwal mengajar dari tempat di Desa Ampinang. Mereka tidak dapat setiap saat tinggal di rumah, karena setiap mereka mengajar mengharuskan mereka menginap mengingat jarak yang begitu jauh.
Ia sangat berterima kasih atas kunjungan tim GBM yang sudah mengumpulkan donasi dan datang langsung bersama para relawan untuk menyerahkan ke para siswa.
Menurutnya, apa yang mereka lakukan bersama rekan-rekannya adalah sebuah dedikasi untuk pendidikan di daerah terpencil, khususnya SDK Desa Sing-Singan ini. Selain itu, apa yang mereka tempuh selama ini adalah satu bentuk pengorbanan untuk kecerdasan anak-anak didik mereka.
“Sudah menjadi tugas kami mendidik mereka meski dengan kondisi apa pun,” ujarnya.
Sebelumnya, para siswa di sana belum pernah mengenakan dan memiliki sepatu, dan beberapa bulan lalu mereka juga mendapat kunjungan dari Polres Balangan untuk memberikan seragam SD putih merah. Namun kini, mereka sudah memiliki seragam lengkap ditambah sepatu, diharapkan mereka 12 orang dapat tetap semangat untuk bersekolah.
Sedangkan untuk kondisi mata pencaharian masyarakat atau orang tua sejumlah siswa di sana adalah sebagai petani, yang juga mengalami berbagai kendala untuk memasarkan hasil bumi mereka, mengingat akses menuju kota begitu jauh, sehingga kebanyakan bertani untuk kebutuhan hidup sendiri.
Berdasarkan kondisi itu, sebelumnya tim ekspedisi ini sudah mengumpulkan sejumlah informasi lapangan dengan survei, maka diputuskan bahwa SDK Sing-Singan layak untuk dibantu, dan kali ini berfokus pada sektor pendidikan.
Muncul sepercik harapan, bahwa jika nantinya Wisata Air Terjun Batarius serius dikembangkan dan bahkan sudah ramai dikunjungi, sekolah ini akan dapat terekspos lebih luas.
Jika juga melihat dari sudut pandang lain, muncul di benak pertanyaan, nantinya ke-12 orang siswa ini, apakah setelah lulus SD akan tetap melanjutkan jenjang pendidikannya dan apakah selama ini mereka memiliki keinginan untuk itu.
Jika demikian, dengan kondisi alam yang seperti itu ditambah akses sarana dan prasarana yang sangat tidak memadai, apakah akan mematahkan semangat mereka untuk dapat terus mengenyam pendidikan ke tingkat lanjut.
GBM melalui penyaluran donasi ini, menyelipkan sedikit kegiatan pengajaran menarik versi relawan yang tergabung di dalam tim. Selain menyalurkan bantuan itu, mereka juga mengajak anak-anak untuk bermain dan belajar bersama sembari memberi motivasi untuk terus semangat dalam belajar.